Kebebasan pers yang digaungkan selama ini seakan menjadi artian semu, kadang disalah artikan oleh beberapa pihak bahkan isan pers itu sendiri.
Kesalah pahaman kali ini coba penulis artikan dari sudut pandang dunia pers sendiri dimana semakin banyaknya media seakan kebablasan dalam mengartikan kebebesan tadi.
Padahal ada beberapa poin yang harus dihormati seorang jurnalis ketika hendak menulis sebuah berita yaitu terkait hak jawab oleh narasumber, hak sangkal, hak klarifikasi narasumber dan ini seringkali diabaikan dengan berbekal jargon kebebasan pers tadi tak jarang berita diangkat dari satu sisi saja sehingga bisa merugikan seorang narasumber atau bahkan suatu organisasi/ kelembagaan tertentu.
Bahkan demi kepentingan viewer atau tuntutan media tempat ia bekerja, juga sering ditemui sebuah berita diterbitkan tanpa menanyakan dulu kevalidan data kepada narasumber.
Mirisnya lagi terkadang suatu tulisan merupakan titipan suatu kepentingan untuk menjatuhkan kepentingan lainnya, ini seakan dianggap lumrah dan menjadi hal biasa, apalagi jika ditengarai di belakangnya ada berbau pemberian sesuatu kepada si penulis berita tadi hingga munculah sebuah berita keberpihakan kepada satu kepentingan tadi.
Hari Pers saatnya menjadi sebuah momentum sebuah renungan para insan pers, sudahkah kita berjalan di kebebasan pers yang sejati? jika belum? apa salahnya kita belajar dan membiasakan diri sedari sekarang… kita memang bisa bebas dan independen tanpa intervensi manapun namun tetap berjalan pada koridor yang benar dan tak salah langkah apalagi kebabalasan.
Sementara narasumber pun bisa legowo bekerjasama dengan meluangkan waktu memberikan info yang valid kepada jurnalis.
Jika kedua belah pihak tadi sama sama berada di koridor yang benar maka inilah sejatinya wujud kebebasan pers sesungguhnya.
Penulis : Akhmad Effendy