BANJARMASIN – ” Urang Banjar Harus Punya Marwah & Martabat ” itulah pesan yang ingin diangkat dalam Forum Diskusi Kontroversi yang membahas tentang berbagai aspek mengenai kekinian jatidiri sebagai urang Banjar yang menjadi suku terbesar di Banua dan di Pulau Kalimantan umumnya, berhasil digelar di Ambin Batang Sastra-Bio, Sabtu (1/4/2023) sore sekaligus Buka Puasa Bersama.
Diskusi menghadirkan Hairiyadi selaku Dosen Sejarah ULM dan Sejarawan Banjar Dengan topik Menakar Sejarah dan Kedaulatan Sosial Budaya Urang Banjar di Tanah Banua. Hj GT Nur Aina selaku Ketua DPW Laskar Pangeran Antasari Kalimantan Selatan yang juga Keturunan Pangeran Antasari dengan topik Warisan Kasultanan Banjar dan Relevansinya Terhadap Hilangnya Marwah Sebagai Urang Banjar, dan H Setia Budhi yang merupakan Dosen Politik ULM dan Pemerhati Seni Budaya Dayak, etnografer dengan topik Adagium Kamirawaan Urang Banjar.
Usai diskusi, Hj GT Nur Aina, yang memiliki nama lengkap Gt Nur Aina binti Gt M Husin bin Gt M Arsyad Bin Sultan M Said Bin Pangeran Antasari mengatakan, dirinya bersyukur dialog tersebut telah memberinya banyak pengalaman dan masukan, khususnya untuk belajar sejarah dan juga mengenal bagaimana Budaya Urang Banjar.
” Banyak masukan dari narsum bagi generasi muda agar bagaimana kita menimbulkan kembali Marwah Urang Banjar yang mungkin sekarang sudah tergerus oleh banyaknya Budaya-budaya luar ” ungkap Nur.
Sementara itu Sri Naida selaku Koordinator Ambin Batang Sastra Bio mengungkapkan, berharap adanya pergerakan satu warisan untuk Dayak Banjar dengan cara berdiskusi kontoversial yang mana semua orang boleh menyampaikan pendapat.
” Kita suatu hari nanti merumuskan satu aksi, supaya kita Orang Dayak Banjar Kada Dibunguli Urang lagi (tidak dibodohi orang lagi). Tidak tertinggal lagi. Tidak lagi hanya menjadi pelengkap penderita di Kampung sendiri. Ini gerakannya tidak sederhana. Harus buhul membuhul, sehingga menjadi suatu kekuatan ” ungkap Sri Naida.
Kegiatan di April Mop pada setiap tanggal satu, ada kegiatan diskusi sedangkan up-datenya setiap saat, Karena sudah banyak dapat gagasan baru. Supaya bisa melihat satu perspektif yang berbeda dari para pendiakusi dengan harapan punya solusi.
” Aksi ini tidak hanya pandir wara. Tapi kita betul-betul merumuskan satu Gerakan Filosofikalnya sampai kepada tindakannya ” tegasnya.
Sri Naida menceritakan, dirinya pernah bekerja di PBB. Juga pernah di Pakistan, India, Philippina. Berkantor di Thailand, di Singapura. Itu ternyata jadi Orang Indonesia, Orang Dayak dan Orang Banjar, itu lebih berharga. Karena orang ingin tahu apa gagasan Orang Dayak, Banjar, Indonesia terhadap problem Nasional.
“Jadi lokalitas kita bisa menyelesaikan satu masalah nasional. Harus rekonsiliasi, tidak ada kata tidak. Jadi orang banjar harus percaya diri, orang Dayak juga begitu. Urang Banjar ada yang dari Dayak, ada juga yang kawin mahwin dengan orang Jawa dan sebagainya. Tapi logika kita orang Dayak. tanah di sini maka dari itu kita harus punya marwah dan kita harus punya martabat,” pungkas Sri Naida.(bs)